Soal Online

Untuk Memahami materi Turunan Fungsi kita dapat mengerjakan Soal Online.

PPG 2019

kegiatan PPG Matematika daerah khusus.

Selasa, 14 September 2021

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri- Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

Pertanyaan Panduan dan Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran (Koneksi Antarmateri):

1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara, Guru adalah penuntun segala kekuatan kodrat (kodrat alam & kodrat zaman) pada anak didik agar sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Makna kata “Penuntun”, dapat dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada murid. Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya mampu menggabungkan strategi pengajaran dan pembelajaran  dengan kearifan lokal dan filosofi Pratap Triloka dari Ki Hajar Dewantara (1889-1959) yaitu “ Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani.” Disini ada pergeseran paradigma di mana guru tidak lagi bertindak sebagai sumber utama informasi dalam proses pembelajaran, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi anak didik.

Untuk mencapai interaksi timbal balik dan memerdekakan antara guru dan siswa, maka guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif. Pratap Triloka menekankan interaksi siswa-guru dan terdiri dari pemodelan (bagi mereka yang di depan harus menjadi figur model), memotivasi (bagi mereka di tengah harus memotivasi), dan mendorong (bagi mereka yang di belakang harus mendorong) dalam keseluruhan proses pembelajaran yang dilakukan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas yang berpihak dan memerdekakan murid akan menjadi pembelajaran yang positif bagi murid-murid untuk mualai berani mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Diharapkan bahwa murid akan lebih nyaman untuk berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama dengan guru, dan para guru akan lebih memperhatikan kepentingan muridnya.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Setiap guru seyogyanya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid. 

Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh  ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilemma etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar. 

Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada peserta didik. 

Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi social emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi social dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.

3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’(bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Pada konteks pembelajaran yang berpihak pada murid, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid untuk memaksimalkan potensinya, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 

Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 

Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.TIRTA akronim dari :
T   : Tujuan
I    : Identifikasi
R   : Rencana aksi
TA: Tanggung jawab

4. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Keberpihakan dan mengutamakan kepentingan peserta didik dapat tercipta dari tangan pendidik yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat permasalahan dari berbagai kaca mata dan pendidik yang dengan tepat mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilemma etika ataukah bujukan moral. 

Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang focus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. 

Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.

Kita tahu bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.

5. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

6. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Kesulitan-kesulitan yang dialami di lingkungan saya dalam mengambil keputusan :

Ø Kesulitan /kendala yang bersumber pada diri pribadi pengambil keputusan

Ø Rasa takut/trauma dari kegagalan mengambil keputusan di masa lalu

Ø Pemahaman yang tidak tepat tentang informasi yang berkaitan dengan kasus yang ditangani

Ø Sering timbulnya perbedaan pandangan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan.

Kesulitan-kesulitan diatas selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan.

7. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Pada konteks merdeka belajar, proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu, pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang didapatnya. Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

8. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Ketika guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.

9. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya.

Dalam Filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, Guru adalah “penuntun “segala kekuatan kodrat (kodrat alam & kodrat zaman) pada anak didik agar sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Makna kata “Penuntun”, dapat dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada murid. Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya mampu menggabungkan strategi pengajaran dan pembelajaran  dengan kearifan lokal dan filosofi Pratap Triloka dari Ki Hajar Dewantara (1889-1959) yaitu “ Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani.” Disini ada pergeseran paradigma di mana guru tidak lagi bertindak sebagai sumber utama informasi dalam proses pembelajaran, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi anak didik, termasuk dalam hal pengambilan keputusan.

Pengambilan Keputusan adalah memilih salah satu alternatif dari alternatif yang ada. Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, tentunya nilai-nilai diri yang tertanam dalam diri guru akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Sebagai Guru Penggerak ada nilai-nilai yang harus dipegang teguh seperti nilai mandiri, kreatif, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid, Nilai-nilai tersebut akan dapat menuntun seorang guru dalam mengambil keputusan nantinya. Kolaborasi/kemitraan antara guru dan murid serta pihak-pihak yang terkait dalam proses tumbuh kembangnya anak didik sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini akan menjamin kepastian bahwa keputusan yang diambil dapat mengakomodasi kepentingan dari semua pihak yang terlibat.

Sebagai seorang guru kita sering dihadapkan pada 2 situasi yaitu situasi dilema etika dan situasi bujukan moral. Perbedaan antara dilema etika dan bujukan moral adalah kalau dilema etika (Benar Vs Benar) yaitu situasi yang terjadi jika seseorang harus memilih diantara 2 pilihan, dimana 2 pilihan tersebut secara moral benar tetapi bertentangan, sedangkan bujukan moral (Benar Vs Salah) adalah situasi yang terjadi jika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah. Karena etika itu bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, serta tidak ada aturan baku yang berlaku, maka dalam konteks merdeka belajar, proses coaching akan sangat membantu guru. Melalui proses coaching model TIRTA, Guru dapat membimbing murid untuk memaksimalkan potensinya dalam memilih alternatif/opsi keputusan yang tepat bagi dirinya dan masa depannya .

Ketika guru dan murid menghadapi situasi dilema etika, maka akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan  akan hidup. Secara umum ada 4 paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yaitu :

1.    Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok  keluarga, atau keluarga Anda.

Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.

2.    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan,  terhadap orang tua Anda. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau  haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?

3.    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika.  Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu,  atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.

Pada jaman perang, tentara yang tertangkap kadang harus memilih antara  mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang  dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.

4.    Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini  paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll. Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila ya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.

Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Diharapkan proses pengambilan keputusan dalat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

Untuk dapat mengambil keputusan, diperlukan prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim. Ada 3 prinsip yang seringkali membantu  dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini (Kidder, 2009, hal 144), yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Disamping itu untuk memastikan keputusan yang diambil itu benar dan tepat sasaran, maka perlu dilakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan pada setiap kasus yang kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu :

1) Mengidentifikasi nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi tersebut

2) Menentukan siapa yang terlibat

3) Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam kasus tersebut

4) Melakukan Pengujian :

Ø Uji Legal

Ø Uji regulasi/standar

Ø Uji Intuisi

Ø Uji Halaman depan koran

Ø Uji Panutan/idola

5) Melakukan Pengujian Paradigma Benar Vs Salah

6) Menetapkan Prinsip Pengambilan Keputusan

7) Investigasi Opsi Trilema

8) Membuat Keputusan

9) Lihat kembali keputusan dan melakukan refleksi

Demikian koneksi antar materi modul 3.1. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran, semoga bermanfaat.

Refleksi Aksi Nyata Modul 3.3. Pengembangan Literasi dengan GERATIS (Gerakan Literasi Sains)-Devia Gustiari

  1.         Latar Belakang Di Jaman Melenial sekarang ini gerakan membaca dan menulis sedang digalakkan oleh pemerintah melalui Program G...