Pertanyaan Panduan dan
Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran (Koneksi Antarmateri):
1. Bagaimana
pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh
terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin
pembelajaran diambil?
Dalam
Pandangan Ki Hajar Dewantara, Guru adalah penuntun segala
kekuatan kodrat (kodrat alam & kodrat zaman) pada anak didik agar sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Makna kata “Penuntun”,
dapat dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”,
yang berpusat pada murid. Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya
mampu menggabungkan strategi pengajaran dan pembelajaran dengan kearifan
lokal dan filosofi Pratap Triloka dari Ki Hajar
Dewantara (1889-1959) yaitu “ Ing
ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani.” Disini
ada pergeseran paradigma di mana guru tidak lagi bertindak sebagai sumber utama
informasi dalam proses pembelajaran, tetapi lebih berperan
sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi anak didik.
Untuk
mencapai interaksi timbal balik dan memerdekakan antara guru dan
siswa, maka guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif. Pratap
Triloka menekankan interaksi siswa-guru dan terdiri dari pemodelan (bagi
mereka yang di depan harus menjadi figur model), memotivasi (bagi mereka di
tengah harus memotivasi), dan mendorong (bagi mereka yang di belakang harus
mendorong) dalam keseluruhan proses pembelajaran yang dilakukan, termasuk
dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam
proses pembelajaran di kelas yang berpihak dan memerdekakan murid akan menjadi
pembelajaran yang positif bagi murid-murid untuk mualai berani mengambil
keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan
campur tangan orang lain. Diharapkan bahwa murid akan lebih nyaman untuk
berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama dengan guru, dan para
guru akan lebih memperhatikan kepentingan muridnya.
2. Bagaimana
nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip
yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Setiap guru seyogyanya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam
dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya untuk
menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk
mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti
mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid.
Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita
berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua
pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilemma
etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah
(bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil
keputusan yang benar.
Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari
nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai
positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang
sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan
pada peserta didik.
Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak
pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi social emosional
kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi
social dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir
kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.
3. Bagaimana
kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan
berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’(bimbingan) yang diberikan pendamping atau
fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan
tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas
pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi
‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.
Pada konteks pembelajaran yang
berpihak pada murid, coaching menjadi
salah satu proses ‘menuntun’
kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di
sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di
sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi
lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan
pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya,
proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru
untuk membantu murid untuk memaksimalkan potensinya, termasuk dalam hal
pengambilan keputusan. Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja
otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach dapat membuat
murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri
alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur
tangan orang lain.
TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan
semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki
keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat
tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi
lebih merdeka. TIRTA adalah
satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru
Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.
Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan
yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal
yang terjadi pada diri coachee,
Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan
dijadikan sebuah rancangan aksi.
Will (Keinginan untuk maju):
komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi
dan menjalankannya.TIRTA akronim
dari :
T : Tujuan
I : Identifikasi
R : Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
4. Bagaimana pembahasan studi kasus yang
fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut
seorang pendidik.
Keberpihakan
dan mengutamakan kepentingan peserta didik dapat tercipta dari tangan pendidik
yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik
yang mampu melihat permasalahan dari berbagai kaca mata dan pendidik yang
dengan tepat mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk
dilemma etika ataukah bujukan moral.
Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang focus terhadap
masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh
nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi
dirinya dalam mengambil sebuah keputusan.
Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka
keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan
begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah
moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya
benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.
Kita tahu bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak
adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik.
Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah
moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan
kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya
peserta didik.
5. Bagaimana
pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Pengambilan keputusan yang tepat
tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika
dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat
dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui
proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka
keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak
yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan
yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
6. Selanjutnya,
apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah
ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Kesulitan-kesulitan yang dialami
di lingkungan saya dalam mengambil keputusan :
Ø Kesulitan /kendala yang
bersumber pada diri pribadi pengambil keputusan
Ø Rasa takut/trauma dari
kegagalan mengambil keputusan di masa lalu
Ø Pemahaman yang tidak tepat
tentang informasi yang berkaitan dengan kasus yang ditangani
Ø Sering timbulnya perbedaan
pandangan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit
tercapainya kesepakatan.
Kesulitan-kesulitan diatas selalu
kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan.
7. Dan
pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan
pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
Pada konteks merdeka belajar,
proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu,
pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya
dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk
merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang
didapatnya. Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang
sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.
8. Bagaimana
seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi
kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Ketika guru sebagai pemimpin
pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak
pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi
oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif dalam mengambil keputusan yang
menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh
menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil
keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.
9. Apakah
kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini
dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya.
Dalam Filosofi pemikiran Ki Hajar
Dewantara, Guru adalah “penuntun “segala kekuatan kodrat (kodrat alam &
kodrat zaman) pada anak didik agar sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Makna kata “Penuntun”, dapat
dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada murid. Sebagai
pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya mampu menggabungkan strategi
pengajaran dan pembelajaran dengan kearifan lokal dan filosofi Pratap
Triloka dari Ki Hajar Dewantara (1889-1959) yaitu “ Ing ngarsa sung tuladha, Ing
madya mangun karsa, Tutwuri handayani.” Disini ada pergeseran paradigma di mana
guru tidak lagi bertindak sebagai sumber utama informasi dalam proses
pembelajaran, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi
anak didik, termasuk dalam hal pengambilan keputusan.
Pengambilan Keputusan adalah
memilih salah satu alternatif dari alternatif yang ada. Dalam pengambilan
keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, tentunya nilai-nilai diri yang
tertanam dalam diri guru akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan.
Sebagai Guru Penggerak ada nilai-nilai yang harus dipegang teguh seperti nilai
mandiri, kreatif, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid, Nilai-nilai
tersebut akan dapat menuntun seorang guru dalam mengambil keputusan nantinya.
Kolaborasi/kemitraan antara guru dan murid serta pihak-pihak yang terkait dalam
proses tumbuh kembangnya anak didik sangat penting dalam proses pengambilan
keputusan. Hal ini akan menjamin kepastian bahwa keputusan yang diambil dapat
mengakomodasi kepentingan dari semua pihak yang terlibat.
Sebagai seorang guru kita sering
dihadapkan pada 2 situasi yaitu situasi dilema etika dan situasi bujukan moral.
Perbedaan antara dilema etika dan bujukan moral adalah kalau dilema etika
(Benar Vs Benar) yaitu situasi yang terjadi jika seseorang harus memilih
diantara 2 pilihan, dimana 2 pilihan tersebut secara moral benar tetapi
bertentangan, sedangkan bujukan moral (Benar Vs Salah) adalah situasi yang
terjadi jika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah. Karena
etika itu bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, serta tidak
ada aturan baku yang berlaku, maka dalam konteks merdeka belajar, proses
coaching akan sangat membantu guru. Melalui proses coaching model TIRTA, Guru
dapat membimbing murid untuk memaksimalkan potensinya dalam memilih
alternatif/opsi keputusan yang tepat bagi dirinya dan masa depannya .
Ketika guru dan murid menghadapi
situasi dilema etika, maka akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang
bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan,
persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara
umum ada 4 paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yaitu :
1. Individu
lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada
pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang
lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik
antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan
kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu
orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok
yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti
kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang
sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok
keluarga, atau keluarga Anda.
Dilema individu melawan
masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu
orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang
lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila
satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi
kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan
benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan
kelompok.
2. Rasa
keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan
antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya.
Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi
semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan
kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi
terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan
untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan
(atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat
berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus
ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah
terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan
dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah ada
konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk
makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?
3. Kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan
seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema
etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan
berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan
jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai
kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah
dibuat sebelumnya.
Pada jaman perang, tentara yang
tertangkap kadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada
pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita
semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau
melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu
contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.
4. Jangka
pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering
terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya
terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma
ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada
level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya
lingkungan hidup dll. Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya:
Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan
seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara
bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila ya, Anda
telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.
Dalam proses pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional
seperti kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self
management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan
sosial (relationship skills). Diharapkan proses pengambilan keputusan dalat
dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan
dan konsekuensi yang ada.
Untuk dapat mengambil keputusan,
diperlukan prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan
keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim. Ada 3 prinsip yang
seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh
tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini (Kidder,
2009, hal 144), yaitu Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking). Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari
pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur
dilema etika. Disamping itu untuk memastikan keputusan yang diambil itu benar
dan tepat sasaran, maka perlu dilakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan pada setiap kasus yang kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran,
yaitu :
1) Mengidentifikasi
nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi tersebut
2) Menentukan siapa yang
terlibat
3) Mengumpulkan fakta-fakta
yang relevan dalam kasus tersebut
4) Melakukan Pengujian :
Ø Uji Legal
Ø Uji regulasi/standar
Ø Uji Intuisi
Ø Uji Halaman depan koran
Ø Uji Panutan/idola
5) Melakukan Pengujian
Paradigma Benar Vs Salah
6) Menetapkan Prinsip
Pengambilan Keputusan
7) Investigasi Opsi Trilema
8) Membuat Keputusan
9) Lihat kembali keputusan
dan melakukan refleksi
Demikian koneksi antar materi modul 3.1. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran, semoga
bermanfaat.